RELASI GENDER DALAM
ISLAM
DAN PEREMPUAN,
AGAMA
DAN PERUBAHAN SOSIAL DALAM ISLAM
Disusun Oleh:
Jaenal Abidin
(1113033100036)
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ajaran Islam terkait kesetaraan
gender dapat dipahami melalui kajian- kajian terhadap dalil- dalil teologis khususnya
yang terkait dengan kehidupan perempuan
dan laki-laki dan sejarah hidup NabiMuhammad SAW.
Berbagai ayat didalam al-Qur’an dengan jelas mengandung prinsip- prinsip universal, humanis, dan emansipatoris, khususnya terkait harta dan
martabat perempuan. sebelum kedatangan Islam diJazirah Arab,
perempuan menempati posisi rendah dalam berbagai aspek kehidupan.
Muhammad menjalankan misi kenabiannya tidak hanya dengan memperbaiki aspek moral
dan religius masyarakat Arab, tetapiia
juga memperkenalkan berbagai ajaran terkait kesetaraan
laki-laki dan perempuan. Berbagai upaya
mengangkat harkat dan martabat perempuan dapat dipahami melalui al-Qur’an dan hadits Nabi.
1.2
Rumusan
Masalah
Relasi Gender dalam Islam
a.
Status Perempuan dalam Al-Qur’an , Hadits dan Fiqih
b.
Isu- Isu Gender dalam
Fiqih
c.
SignifikansiInterpretasi Baru Bagi Kesetaraan Gender
Perempuan, Agama, dan perubahan sosial dalam islam
a.
Kondisi Perempuan Pra Islam
b.
Peran Perempuan
dalam Membangun Masyarakat Muslim Dimasa Awal Islam
c.
Marginalisasi Perempuan dalam Sejarah Islam Pasca
Rasulullah
BAB ll
PEMBAHASAN
A.
Relasi gender dalam Islam
1. Status perempuan dalam al-Qur’an, hadits dan fiqih
a.
Penciptaan dan kejatuhan Adam-hawa dari surga
Proses penciptaan manusia dalam al-Qur’an disebutkan dalam
banyak ayat. Dijelaskan bahwa manusia diciptakan dari nafs yang
sama, seperti yang disebutkan dalam surat Al-Nisa’ ayat 1:
“ Hai sekalian
manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang
satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturai Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasikamu.”
Ayat ini
dengan jelas menyatakan bahwa semua laki-laki dan
perempuan diciptakan dari diri yang satu . para ahli tafsir berbeda pendapat
tentang maksud ” diri yang satu”. ( Nafsun
Wa Hidah)Para ahli tafsir, siapa yang ditunjuk pada kata ganti ( dhamir)
‘’ dari padanya ‘’ ( minha ), dan
yang dimaksud ( Nafsun ) dalam ayat tersebut. Kitab- kitab
tafsir dari kalangan jumhur sepertiTafsir Al-Qurthubi, Tafsir
Al-Mizaan, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir
Ruuh Al-Bayaan, Tafsir Al- Kasysyaaf,
Tafsir Al-Sa’ud, Tafsir Jaami’
Al-Bayaan, Tafsir Al-Maraghi, semuanya menafsirkan kata Nafsun wa hidah dengan Nabi adam,
Dhamir minha ditafsirkan dengan ‘’dari bagian tubuh Adam ‘’ dan kata zawjaha ditafsirkan dengan hawa, isteri
Adam.
b. Manusia diciptakan untuk menyembah Allah
Salah satu tujuan penciptaan
manusia adalah untuk menyembah kepada Allah SWT. Seperti pada Q.S. al-Dzariat
51:56.
“Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”
Dalam kapasitas manusia sebagai
hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai
potensi dan peluang yang sama untuk manjadi hamba yang bertakwa. Dalam
kapasitas sebagai hamba baik laki-laki ataupun perempuan masing-masing akan
mendapatkan penghargaan dari tuhan sesuai dengan kadar pengabdianya. Dalam Q.S
al-Nahl 16:97”[1]
“Barang
siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman,maka sesunggunya akan kami memberikan balesan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik daripad apa yang mereka kerjakan”
c. Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi
Selain manusia menyebah kepada Allah, manusia juga untuk
menjadi khalifah. Dalam QS al-Baqarah 2:30.
“ingatlah ketika tuhan-mu
berfirman kepada malaikat,”sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifa
dimuka bumi”.mereka menjawab mengapa engkau hendak (menjadikan) dibumi itu
orang yang membuat kerusakan kepadanya dan menumpakan darah, pada hal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan menyucikan engkau?”tuhan
berfirman:”sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Kata khalifah dalam ayat tersebut tidak menunjuk pada
salah satu atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai
fungsi sama sebagai khalifah, yang mempertanggung jawabkan tugas kekhalifahan
dibumi.[2]
d. Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primodial.
laki-laki dan perempuan sama-sama
mengemban amanah dan menerima perjanjian
primodial dari Allah SWT. Dalam QS.
Al-Araf 7:172.
“dan
(ingatlah) ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi
mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman),
bukankah aku ini tuhanmu?” maka mereka menjawab,”betul (engkau tuhan kami),
kami menjadi saksi.”(kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu
tidak mengatakan “seseungguhnya kami (bani adam) adalah orang-orang yang lenga
terhadap ini (keesaan Allah)”.
Dalam islam tidak ada diskriminasi
antara laki-laki dan perempuan ini bisa dilihat dari perjanjian manusia dengan
tuhanya pada waktu masi di kandungan di mana tuhan melakukan ikrar baik
perempuan dan laki-laki dengan perlakuan yang sama.
e. Adam dan hawa, terlibat secara aktif dalam drama kosmis.
Keduanya diciptakan disurga dan
memanfaatkan fasilitas surga disebutkan pada ayat QS al-Baqarah 2:35, mendapat
godaan yang sama dari syaitan disebutkan dalam QS al-Araf 7:20, sama-sama
memakan buah khuldi dan menerima akibat jatuh kebumi disebutkan dalam QS
al-Araf 7:22, sama-sama memohon ampun QS al-Araf 7:23, dibumi mengembangkan keturunan
dan saling melengkapi dan saling membutuhkan dalm QS al-Baqarah 2:187.
f. Laki-laki dan perempuan berfotensi merahi pretasi.
Dalam hal ini tidak ada ada
perbedaan antara laki-laki dalam berferestasi baik dalam bidang spiritualdan
karir propesional. QS al-Imran 3:195, QS an-Nisa 4:124, QS al-Nahl 16:97 dan QS
Gafir 40:40.[3]
g. Ayat yang cenderung ke laki-laki.
Dalam hal ini ada beberapa ayat
sering dipermasalahkan karena cenderung memberikan keutamaan kepada laki-laki,
seperti dalam ayat waris (Q.S. al-Nisa
4:11), persaksian (Q.S. al-Baqarah 2:228) (Q.S. al-Nisa 4:34) dan laki-laki sebagai pemimpin (Q.S. 4:34).[4]
Dalam hadis-hadis juga terdapat
tentang kedudukan, kemuliaan dan kerhormatan perempuan baik dalam beribadah dan
berkarir, seperti hadis yang memuliakan perempuan dan berbuat baik:
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak
untuk kuhormati dengan
baik?” Beliau berkata, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian
siapa?” “Ibumu”, jawab beliau. “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”,
jawab beliau. “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”, jawab
beliau.” (HR. Al-Bukhari Muslim).[5]
“Baginda
Rasulullah berkata, Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah
wanita solehah”.
( HR. Muslim)[6]
“Saling berpesanlah untuk berbuat baik pada perempuan,
karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok.”(HR. Tirmidzi dll.)[7]
hadis diatas menerangkan bahwa perempuan di muliakan dan dihormati
posisinya dan dilindungi oleh laki-laki, adapun hadis perempuan yang menyangkut
tentang tugas dan ketaatan terhadap suami adalah sebagai berikut:
Dan istri adalah pengatur dalam rumah
tangga suaminya, dan dia bertanggung jawab atas pengaturannya”. (HR. Buchari
Muslim)[8]
Rasulullah bersabda, “Dan
sebaik-baik wanita ialah mereka yang bisa mengembirakan engkau apabila kamu
melihatnya, dan yang mentaati kamu apabila kamu menyuruhnya, dan dia memelihara
maruah dirinya dan harta engkau ketika ketiadaanmu".( HR Hasa'i, Baihaqi, Ahmad dan
Al-Hakim)
Sabda
Rasulullah s.a.w : “Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak
mensyukuri apa yang ada pada suaminya dan tidak merasa cukup dengannya. (HR.
Nasa’i)
Rasulullah
s.a.w bersabda: “Wanita yang meminta cerai kepada suaminya tanpa sebab yang
syar’ie, maka haram baginya mencium wangi Syurga.” HR Abu Daud dan At-Tirmizi.”
Nabi salallahualahiwasallam
bersabda, “Mana-mana perempuan yang meninggal dunia dalam keadaan suaminya
redha padanya, maka dia akan masuk syurga”. ( HR. At-Tirmidji,)
hak dan kemajiban bagi perempuan dalam islam adalah
sebagai berikut ini:
a.
Hak kemanusian
b.
hak ibu dan perkawinan
c.
hak untuk mempunyai suami
d.
hak untuk mencari ilmu penghetahuan
e.
hak untuk mencari pekerjaan
f.
hak etis (hijab)
g.
hak keagaan
h.
hak politik
i.
hak-hak ekonomi
B. Perempuan, agama
dan perubahan sosial dalam Islam
1.
Kondisi
perempuan pra Islam
Dimasa pra-Islam
terjadi bias gender pada kalangan perempuan. Kalangan perempuan dimasa ini
sulit mendapatkan hak-haknya salah satunya adalah hak hidup dimana dibeberapa
suku bangsa arab banyak yang memilih menguburkan anak perempuannya hidup-hidup.[9]
Sebelum melangkah jauh tentang pembahasan kondisi
perempuan pra islma akan dibahas terlebih dahulu satu persatu dari term diatas
ialah, Kondisi bisa diartikan sebagai
sesuatu keadaan yang terjadi secara realita. perempuan suatu trem
krasteristik dalam sex yang dimana terdapat ciri-ciri yang mutlak seperti
mempunyai vagina, ovum, ovarium, haid dan hamil. Pra bisa diartikan sebelum
sesuatu keadaan yang terjadi dimasa mendatang yang bersifat saling berhubungan
satu sama lain. Islam adalah sebuah nama agama yang diturunkan di wilayah Arab
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Keadaan
perempuan dalam wilayah timur tengan Pra-Islam adalah sebagai beikut ini:
a.
Mesopotamia
Sekitar tahun 6000 sebelum masehi didearah Catal Huyuk,
sebuah pemukiman zaman Neolitik di Asia kecil dan di seluruh kebudayaan di
timur tenga sangat memuliakan wanita dan dewi, ini terbukti dari
penemuan-penemuan para arkeolog seperti bagian besar dari panggung pemakaman
berisikan wanita dan pemakaman dihiasi lukisan ataupun dekorasi para wanita.
Dalam kebudayaan kono sampai melinium kedua sebelum masehi dibeberapa kawasan.[10]
Lahirnya sebuah pusat perkotaan pertama kali di
Mesopotamia antara tahun 3500-3000 SM. membawa paragdima tersendiri dalam
memandang wanita yang semakin terasingkan oleh pertumbuhan masyarakat perkotaan
dan pentingnya daya saing militer lebih jauh menancapkan dominasi pria,
sehingga telahirnya sebuah kelas yang mengakibatkan seksualita perempuan di
bawa kendali pria, yang pertama di miliki ayahnya dan yang kedua adalah
suaminya, dan keseksualan wanita bisa menjadi nilai yang ekonomis untuk di rembukan.
Hal ini menimbulkan dua hal tentang istri yang terhormati yang dimiliki oleh
satu lelaki dan perempuan yang dimiliki oleh semua pria.[11]
Setelah Masopotamia di duduki oleh beberapa negara
sekitar tahun 1752 SM hukum-hukum tentang wanita mulai berubah menjadi kaku.
Suami hanya boleh menggadaikan istri dan anak hanya sebatas 3 tahun dan tidak
boleh menyakitinya.namun pada hukum Assyria tahun 1200 SM, baranggadaian boleh
di sakiti. Hukum Assyria dalam masalah perkawianan laki-laki diberikan hak yang
besar seperti boleh menceraikan istrinya bila tidak bisa mengandung dan
mendapatkan uang denda dan maharyapun di ambil kembali. Dalam mendapatkan uang
denda itu asalkan yang menceraikan adalah atas kehendak suaminya. Adapun wanita
bila ingin bercerai dari suaminya maka harus berhati-hati. Ia harus mendapat
persetujuan dari suaminya dan kemudian diproses dalam dewan kota. Oleh karena
itu istri harus pasrah walaupun
dicacimaki oleh suaminya dan lalu pergi maka wanita bisa mendapatkan uang denda
dan kembali kerumah orang tuanya. Tapi jika istri itu mencaci maki suaminya dan
mengabaikan rumah makan oleh dewan kota istri itu akan di hukum dengan
menjeburkan dalam air.[12]
Pada paruh meleniunm ketiga sebelum masehi, kekuasaan dan
otoritas hanya menjadi milik suami dan ayah. Seperti halnya jika istri melawan
boleh dirontokan giginya dan di pukul dengan bata, dan jika seorang anak
memukul orang tua maka tanganya boleh dipotong, berhak mengatur perkawinan
anak-anaknya, memberikan kepeawanan anak wanitanya kedewa (dimana ia menjadi
pendeta di kuil) dan menggadaikan anak istrinya untuk membayar utang apa bila
tidak bisa membayarnya maka anak dan istri oleh dijadikan budak. Adapun dalam
kasus permerkosaan bila seorang laki-laki yang sudah memperkosa perempuan, maka
istri pemerkosa tersebut akan dihinakan dan diambil darinya tapi apa bila sang
pemerkosa itu masi sendiri maka wajib wanita yang diperkosanya harus di nikahi
dan hidup selamaya. Dan jika korban permerkosa adalah perawan maka pemerkosa
harus membayar denda ke ayah korban.[13]
Dalam perwinan pada umumnya bersifat monogami, kecuali
dikalangan istana, adapun orang yang awam boleh memiliki istri kedua dan selir
apabila istri tidak bisa hamil. Pria juga boleh berhubungan seksual dengan
pelacur dan budak. Namun jika seorang istri berselingkuh maka akan di hukum
mati dengan pasanganya, dapun aturan-aturan tentang hijab dalam hukum Assyria
adalah tentang sistem kelas yang dimana orang yang memakai hijab adalh istri
yang terhormat dan para perempuan bangsawan istana dan adapun yang tidak
memakai kerudung adalah para pelacur dan budak. Walaupun seorang pelacur jika
sudah mempunyai suami maka harus memakai hijab. Dan apa bila budak dan pelacur
melanggar hukum dengan memakai hijab maka akan di siram kepalanya dengan ter.
Sistem ini menguntungkan para perempuan bangsawan dan pelayan para dewa karena
mendapatkan keistemewaan hukum seperti hak memiliki dan mengelola kekayaan atas
nama sendiri, menjalin perjanjian, memberikan kesaksian, menjadi penguasa dan
memberikan manfaat bagi perempuan kelas lain seperti perajin tembikar, tenun,
pemintal, penata rambut dan petani. Adapun hak-hak istimewa tetap dibawa
kendali laki-laki.[14]
Silih penggantinya pengusa dan negara maka akan
bergantinya pula sebuah sistem yang berlaku itu juga sama halnya dengan
paradigma wanita namun tidklah jauh beda dengan yang ada di atas.
b.
Timur Tenga Mediterranea
Pada awal abada kelima dan keenam pada era Byzantine
dalam sebuah tinjauan menguraikan adat istiyadat, gaya hidup dan sikap terhadap
wanita. Apa bila kelahiran seorang anak laki-laki di sambut gembira, anak
laki-laki bisa ditunangkan pada anak anak dan perempuan pada usia tiga belas
tahun. Perempuan kelas menenga diajarkan tulis menulis, membaca, berhitung, dan
menyanyi dan pelakuan yang benar terhadap perampuan tidak lah boleh keluar dan
melihat kejendela, sekalipun perempuan diijinkan untuk keluar ruamah itu hanya
sekeder hanya untuk mengadiri perkawinan, kelahiran, peristiwa keagamaan dan
kepemandian umum. Adapun untuk menunjukan sikap hati-hatinya maka wanita
terhormat harus memakai hijab bila keluar dari rumah agar bisa dibedakan dengan
pelacur. Dalam pemandaian umum di pisah antara laki-laki dan perempuan yang
dijaga oleh kasim-kasim. Adapun perkerjaan wanita adalah yangsesuai dengannya
seperti memintal, menenun dan yang berkaitan dengan membuat pakaian.[15]
c.
Arab
Suku Arab mengandung sistem perkawinan patrilineal, [16]membenci
kaum perempuan dan tidak menghormati perempuan. Perempuan ditindas, direndakan
dan diperlakukan dengan tidak adil hal ini bisa dilihat kelakuan seperti, bila
seorang istri melahirkan bayi perempuan maka sangayah sangat sedih dan langsung
menguburkan hidup-hidup, perempuan melakukan ritual keliling kahbah dengan
tidak menggunakan busana sambil berkata” siapa yang akan memberikan gaun untuk
menutupi bagian pribadi saya dan hari ini saya akan memeprlihatkan semua atau
sebagian apa yang akan diperlihatkan untuk ditawar”. Menceraikan istrinya
kapanpun dan di manapun, wanita tidak memiliki hak kepemilikan dan dalam
melakukan pernikahaan kaum perempuan diatur oleh ayahnya, adapun perkawianannya
ada yang tidak memakai mahar (diberikan saja kepada calon suaminya). Adapun
dengan nikah al-syighar adalah transaksi kedua orang untuk saling tukar, ayah
perempuan menikahkan kepada seorang laki-laki dan laki-laki itu juga
menyerahkan perempuan padanya tampa mahar, pernikahaan al-istibda adalah
pernikahan suami menyuruh istrinya setelah bersih dari haid untuk tidur dengan
yang ditunjuk oleh suaminya dan suaminya tidak akan tidur dengannya sampai dia
terbukti hamil, dan perkawinan selanjutnya adalah dengan cara mengundang
sepuluh pemuda untuk meniduri satu perempuan dan bila kemuadian perempuan itu
hamil dan melahirkan maka sepuluh pemuda itu dikumpulkan kembali dan wanita
yang hamil menunjuk salah satu pemuda yang disukainya lalu untuk menjadi
suaminya. Yang keempat adalah seorang perempuan tidak menolak semua lelaki yang
datang kepdanya. Dan perempuan itu hamil lalu melahirkan maka siperempuan itu
akan memanggil semua laki-laki yang perna datang kepadanya dan juga mengundang
orang yang tahu tentang kemiripan bayi dengan seorang ayahnya setelah
mendapatkanya maka orang itu menjadi suami perempuan tersebut.[17]
2.
Peran Perempuan
dalam Membangun Masyarakat Muslim Dimasa Awal Islam.
Masyarakat islam, baik pada masa lalu maupun masa kini,
biasanya dianggap sebagai dunia kaum laki-laki baik dikalangan islam ataupun
ditempat lain. Namun setelah setelah datangnya islam sedikit-demisedikit mulai
mencaik dengan berjalannya waktu. Dimulai dari 6 putri Abdul Muttalib yang mempunyai
kedudukan yang tinggi sebagi pempuan syair-syair untuk pemakaman dan menurut
adat istiadat kaum perempuan yang membuat syair-syair tersebut.[18]
Khadijah adalah istri Rasulullah SAW, ia adalah
orang pertama kali yang beriman. Khadijah merupakan sosok yang dapat
mempengaruhi orang lain jika dilihat dari statusnya yang kaya dan dewasa serta
berkedudukan tinggi di masyarakat tidak heran jika keimanan Khadijah dapat
mempengaruhi orang lain khususnya anggota-anggota kabilahnya yang penting,
Quraisy, untuk menerima Islam.[19]
Aisyah
yang merupakan istri ketiga Rasul, Aisyah merupakan sosok istri kesayangan
Rasul. Ia
selalu berhasil memerankan peran aktif dalam segala urusan sepanjang hidupnya menerima pengakuan sebagai orang yang memiliki
pengetahuan khusus tentang prilaku, ucapan, dan karakter Rasul sehingga sering
ditanya tentang praktik (sunnah)-nya dan memberi keputusan tentang berbagai
hukum suci atau kebiasaan Rasul. yang kemudian penyumbang penting pada teks-teks verbal
islam, yang sudah ditulis oleh kaum pria, yang menjadi literatur resmi islam.
selain keahliyannya dalam penghetahuan khusus ia juga perna ikut berperang Uhud
yang dimana bertugas membawa kantong-kantong air untuk tentara yang terluka.[20]
Kemudian
Fatimah,yang merupakan putri Rasulullah. Fatimah digambarkan sebagai seorang
yang meneruskan apa-apa yang diterima dari Rasul kepada orang lain
ditengah-tengah kesibukannya yang banyak. Hafsah yang
merupakan putri Umar bin Khattab. sebelum umar wafat salinan pertama al-Qur’an
dipercayakan kepada Hafsah untuk disimpan. Hafsah juga berperan menggerakan
pemberantasan buta huruf. Fatimah juga perna ikut dalam berperang pada saat
Perang Uhud.[21]
urwah, adalah anak asma dan
cucu dari abu sopyan. dia adalah orang yang paling dahulu dan ahli dalam hal
“Hadis” yang memegang peranan yang demikian pentingya dalam sejarah dan
pengalaman islam. dia mendapat julukan sarjana muslim yang pertama. ia
mndapatkan sumber dari bibinya Aisyah yang selalu bersama sampai akir hayatnya.[22]
selain berperan penting dalam keagamaan dan sosial
perempuan juga pada zaman ini ikut dalam perang sepert. seperti dalam perang
wanita tidak hanya mengobati atau memberikan air tapi juga ikut berperan aktif
dalam pertempuran. seperti Usma anak Asma ikut dalam perang Uhud, Ummu Haram
ikut dalam penyerbuan pulau Cyprus dan perang lainya.[23]
3. Marginalisasi Perempuan
dalam Sejarah Islam Pasca Rasulullah
Setelah Rasulullah
wafat banyak ulama yang menafsirkan nash-nash dalam al-qur’an dan hadist secara
tekstual saja sehingga melahirkan pandanganbahwa perempuan itu adalah sub
ordinat dari kaum laki-laki. Inilah yang membuat banyak masyarakat yang
akhirnya memiliki persepsi yang bersifat skeptis atau bias gender terhadap
kalangan perempuan.
perempuan dalam sejarah Islam terbentuk karena dua hal, pertama semangat
tribalisme arab yang tumbuh kembali setelah Rasulullah SAW wafat, kedua
pemahaman ajaran agama yang berkaitan dengan perempuan lepas dari kaitan
historisnya. Proses - proses ini,
akhirnya membentuk citra perempuan Islam seperti yang dikenal pada dewasa ini.
Hal lain yang mungkin memperburuk keadaan adalah cara memahami agama secara
harfiah, kaku, dan persial. Kemudian penafsiaran Al-Qur’an yang banyak
dilakukan selama ini terutama yang berkenaan pada kedudukan status kalangan
perempuan, ketika melakukan penafsiran tidak melihat keterkaitan teks lain yang
akhirnya menyebabkan pemahaman yang dangkal dan berat sebelah.
Masa Bani Umayyah, yang mendirikan kota di bagdad, membawa paradigma
tersendiri dalam kehidupan perempuan corak adat-istiada persia yang mempengarui
pandangan sosial perempuan membuat terasa berat dlam kehidupan gerak-gerik
perempuan yang terbatas dan adaya
organisasi harem yang dijaga oleh kebiri yang suram dan seram. namun untuk
wanita terkemuka bisa mendapatkan nama baik.[24]
Masa Abbasiyah yang telah menaklukan luar dari daerah arabia, yang
menakibatkan semakin luasnya kekuasaan islam dan kekayaan yang di miliki oleh
kerajaan, hal ini mengaibat cara pandang yang berbeda dalam sosial di kalangan
elit dimana perempuan kini tidak bisa bergerak bebas lagi walau sudah merdeka,
wanita pada zaman ini hanyalah sebagai trio poligami, perseliran, harem dan
pemingitan wanita. sedangkan para budak dan wanita-wanita terpilih dijadikan
harem oleh kasim dan di simpan dalam suatu ruangan yang tak bisa keluar.[25]
BAB III
PENUTUP
Daftar Pustaka
Ahmed, Leila.
Wanita dan Gander dalam Islam, Jakarta: PT Lentera Basritama, 2000.
Albar, Muhammad.
Wanita Karir Dalam Timbangan Islam,
Umar, Fatima Nafis.
Menggugat Sejarah Perempuan, Jakarta: CV Cendekia Sentra Muslim, 2001.
Umar
Nasaruddin. Bias Jender Dalam Penafsiran Kitab Suci, Jakarta: PT Fikahati
Aneska, 2000.
Waddy, Charis.
Wanita Dalam Sejarah Islam, Jakarta Pusat: PT Dunia Pustaka Jaya, 1987.
[1]
Narasudin Umar, Bias Jender Dalam
Penafsiran Kitab Suci. (Jakarta: PT FIKAHATI ANESKA). Cet I, h. 17,18.
[2]
Narasudin Umar, Bias Jender Dalam
Penafsiran Kitab Suci. (Jakarta: PT FIKAHATI ANESKA). Cet I, h. 18,19.
[3]
Narasudin Umar, Bias Jender Dalam Penafsiran
Kitab Suci. (Jakarta: PT FIKAHATI ANESKA). Cet I, h. 28-29.
[4]
Narasudin Umar, Bias Jender Dalam
Penafsiran Kitab Suci. (Jakarta: PT FIKAHATI ANESKA). Cet I, h. 37.
[9]
Muhammad Albar, Wanita Karir dalam Timbangan Islam, h.20
[10]
Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam
Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 3,4
[11]
Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam
Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 4-5
[12]
Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam
Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 5-6
[13]
Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam
Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 6-7
[14]
Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam
Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 7-9
[15]
Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam
Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 23-26
[16]
Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam
Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 45
[17]
Fatimah Umar nasif, menggugat
sejarah perempuan. (Jakarta: CV CENDEKIA SENTRA MUSLIM). Cet, . h. 50-60.
[18]
Charis Waddy, Wanita Dalam Sejarah
Islam. (Jakarta Pusat: PT DUNIA PUSTAKA JAYA) Cet, I. h, 30-31.
[19]
Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam
Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 54
[20]
Charis Waddy, Wanita Dalam Sejarah
Islam. (Jakarta Pusat: PT DUNIA PUSTAKA JAYA) Cet, I. h, 39,50
[21]Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam
Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 46-91
[22]
Charis Waddy, Wanita Dalam Sejarah
Islam. (Jakarta Pusat: PT DUNIA PUSTAKA JAYA) Cet, I. h, 47
[23]
Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam
Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 84-86
[24]
Charis Waddy, Wanita Dalam Sejarah
Islam. (Jakarta Pusat: PT DUNIA PUSTAKA JAYA) Cet, I. h, 72-74
[25]
Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam
Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 98,99
0 komentar:
Posting Komentar