Kamis, 26 Mei 2016

RELASI GENDER DALAM ISLAM DAN PEREMPUAN, AGAMA DAN PERUBAHAN SOSIAL DALAM ISLAM



RELASI GENDER DALAM ISLAM
DAN PEREMPUAN, AGAMA
DAN  PERUBAHAN SOSIAL DALAM ISLAM

Disusun Oleh:
Jaenal Abidin
(1113033100036) 


PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Ajaran Islam terkait kesetaraan gender dapat dipahami melalui kajian- kajian terhadap dalil- dalil teologis khususnya yang terkait dengan kehidupan perempuan  dan laki-laki  dan sejarah hidup NabiMuhammad SAW. Berbagai ayat didalam al-Qur’an dengan jelas mengandung prinsip- prinsip universal, humanis, dan emansipatoris,  khususnya terkait harta dan martabat perempuan. sebelum kedatangan Islam diJazirah Arab, perempuan menempati posisi rendah dalam berbagai aspek kehidupan. Muhammad menjalankan misi kenabiannya tidak hanya dengan memperbaiki aspek moral dan religius masyarakat Arab, tetapiia juga  memperkenalkan berbagai ajaran terkait kesetaraan laki-laki dan perempuan. Berbagai upaya mengangkat harkat dan martabat perempuan dapat dipahami  melalui al-Qur’an dan hadits Nabi.   

1.2        Rumusan Masalah
Relasi Gender dalam Islam
a.       Status Perempuan dalam Al-Qur’an , Hadits  dan Fiqih
b.      Isu- Isu  Gender dalam  Fiqih
c.       SignifikansiInterpretasi Baru Bagi Kesetaraan Gender
Perempuan, Agama, dan perubahan sosial dalam islam
a.       Kondisi Perempuan Pra Islam
b.      Peran Perempuan  dalam  Membangun Masyarakat  Muslim Dimasa Awal Islam 
c.       Marginalisasi Perempuan dalam Sejarah Islam Pasca Rasulullah



BAB ll 
PEMBAHASAN
A.  Relasi gender dalam Islam
1.    Status perempuan dalam al-Qur’an, hadits dan fiqih 
a.    Penciptaan dan kejatuhan Adam-hawa dari surga 
Proses penciptaan manusia  dalam al-Qur’an disebutkan dalam banyak ayat. Dijelaskan bahwa manusia diciptakan dari nafs yang sama, seperti yang disebutkan dalam surat Al-Nisa’  ayat 1:  
 “ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturai Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasikamu.
Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa semua laki-laki dan perempuan diciptakan dari diri yang satu . para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud ” diri  yang satu”. ( Nafsun Wa Hidah)Para ahli tafsir, siapa yang ditunjuk pada kata ganti ( dhamir) ‘’ dari padanya ‘’  ( minha  ),  dan yang dimaksud ( Nafsun ) dalam ayat tersebut.  Kitab- kitab  tafsir dari kalangan jumhur sepertiTafsir Al-Qurthubi, Tafsir Al-Mizaan, Tafsir Ibnu  Katsir, Tafsir Ruuh  Al-Bayaan, Tafsir Al- Kasysyaaf, Tafsir Al-Sa’ud, Tafsir Jaami’  Al-Bayaan, Tafsir Al-Maraghi, semuanya  menafsirkan kata Nafsun  wa hidah dengan Nabi  adam,  Dhamir minha ditafsirkan dengan ‘’dari bagian tubuh Adam ‘’ dan  kata zawjaha ditafsirkan dengan  hawa, isteri  Adam.
b.    Manusia diciptakan untuk menyembah Allah
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Allah SWT. Seperti pada Q.S. al-Dzariat 51:56.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”
Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk manjadi hamba yang bertakwa. Dalam kapasitas sebagai hamba baik laki-laki ataupun perempuan masing-masing akan mendapatkan penghargaan dari tuhan sesuai dengan kadar pengabdianya. Dalam Q.S al-Nahl 16:97”[1]
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,maka sesunggunya akan kami memberikan balesan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripad apa yang mereka kerjakan”
c.    Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi
Selain manusia menyebah kepada Allah, manusia juga untuk menjadi khalifah. Dalam QS al-Baqarah 2:30.
“ingatlah ketika tuhan-mu berfirman kepada malaikat,”sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifa dimuka bumi”.mereka menjawab mengapa engkau hendak (menjadikan) dibumi itu orang yang membuat kerusakan kepadanya dan menumpakan darah, pada hal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan menyucikan engkau?”tuhan berfirman:”sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Kata khalifah dalam ayat tersebut tidak menunjuk pada salah satu atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi sama sebagai khalifah, yang mempertanggung jawabkan tugas kekhalifahan dibumi.[2]
d.   Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primodial.
laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan  menerima perjanjian primodial dari Allah SWT. Dalam QS.  Al-Araf 7:172.
“dan (ingatlah) ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), bukankah aku ini tuhanmu?” maka mereka menjawab,”betul (engkau tuhan kami), kami menjadi saksi.”(kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan “seseungguhnya kami (bani adam) adalah orang-orang yang lenga terhadap ini (keesaan Allah)”.
Dalam islam tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan ini bisa dilihat dari perjanjian manusia dengan tuhanya pada waktu masi di kandungan di mana tuhan melakukan ikrar baik perempuan dan laki-laki dengan perlakuan yang sama.
e.    Adam dan hawa, terlibat secara aktif dalam drama kosmis.
Keduanya diciptakan disurga dan memanfaatkan fasilitas surga disebutkan pada ayat QS al-Baqarah 2:35, mendapat godaan yang sama dari syaitan disebutkan dalam QS al-Araf 7:20, sama-sama memakan buah khuldi dan menerima akibat jatuh kebumi disebutkan dalam QS al-Araf 7:22, sama-sama memohon ampun QS al-Araf 7:23, dibumi mengembangkan keturunan dan saling melengkapi dan saling membutuhkan dalm QS al-Baqarah 2:187.
f.     Laki-laki dan perempuan berfotensi merahi pretasi.
Dalam hal ini tidak ada ada perbedaan antara laki-laki dalam berferestasi baik dalam bidang spiritualdan karir propesional. QS al-Imran 3:195, QS an-Nisa 4:124, QS al-Nahl 16:97 dan QS Gafir 40:40.[3]
g.    Ayat yang cenderung ke laki-laki.
Dalam hal ini ada beberapa ayat sering dipermasalahkan karena cenderung memberikan keutamaan kepada laki-laki, seperti dalam ayat waris  (Q.S. al-Nisa 4:11), persaksian (Q.S. al-Baqarah 2:228) (Q.S. al-Nisa 4:34)  dan laki-laki sebagai pemimpin (Q.S. 4:34).[4]
Dalam hadis-hadis juga terdapat tentang kedudukan, kemuliaan dan kerhormatan perempuan baik dalam beribadah dan berkarir, seperti hadis yang memuliakan perempuan dan berbuat baik:
Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk kuhormati dengan baik?” Beliau berkata, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?” “Ibumu”, jawab beliau. “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”, jawab beliau. “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”, jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari Muslim).[5]
Baginda Rasulullah berkata, Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita solehah. ( HR. Muslim)[6]
“Saling berpesanlah untuk berbuat baik pada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok.”(HR. Tirmidzi dll.)[7]
hadis diatas menerangkan bahwa perempuan di muliakan dan dihormati posisinya dan dilindungi oleh laki-laki, adapun hadis perempuan yang menyangkut tentang tugas dan ketaatan terhadap suami adalah sebagai berikut:
Dan istri adalah pengatur dalam rumah tangga suaminya, dan dia bertanggung jawab atas pengaturannya”. (HR. Buchari Muslim)[8]
Rasulullah bersabda, “Dan sebaik-baik wanita ialah mereka yang bisa mengembirakan engkau apabila kamu melihatnya, dan yang mentaati kamu apabila kamu menyuruhnya, dan dia memelihara maruah dirinya dan harta engkau ketika ketiadaanmu".( HR Hasa'i, Baihaqi, Ahmad dan Al-Hakim)
Sabda Rasulullah s.a.w : “Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri apa yang ada pada suaminya dan tidak merasa cukup dengannya. (HR. Nasa’i)
Rasulullah s.a.w bersabda: “Wanita yang meminta cerai kepada suaminya tanpa sebab yang syar’ie, maka haram baginya mencium wangi Syurga.” HR Abu Daud dan At-Tirmizi.
Nabi salallahualahiwasallam bersabda, “Mana-mana perempuan yang meninggal dunia dalam keadaan suaminya redha padanya, maka dia akan masuk syurga”. ( HR. At-Tirmidji,)
hak dan kemajiban bagi perempuan dalam islam adalah sebagai berikut ini:
a.    Hak kemanusian
b.    hak ibu dan perkawinan
c.    hak untuk mempunyai suami
d.   hak untuk mencari ilmu penghetahuan
e.    hak untuk mencari pekerjaan
f.     hak etis (hijab)
g.    hak keagaan
h.    hak politik
i.      hak-hak ekonomi


B.  Perempuan, agama dan perubahan sosial dalam Islam
1.    Kondisi perempuan pra Islam
Dimasa pra-Islam terjadi bias gender pada kalangan perempuan. Kalangan perempuan dimasa ini sulit mendapatkan hak-haknya salah satunya adalah hak hidup dimana dibeberapa suku bangsa arab banyak yang memilih menguburkan anak perempuannya hidup-hidup.[9]

Sebelum melangkah jauh tentang pembahasan kondisi perempuan pra islma akan dibahas terlebih dahulu satu persatu dari term diatas ialah, Kondisi bisa diartikan sebagai  sesuatu keadaan yang terjadi secara realita.  perempuan suatu trem krasteristik dalam sex yang dimana terdapat ciri-ciri yang mutlak seperti mempunyai vagina, ovum, ovarium, haid dan hamil. Pra bisa diartikan sebelum sesuatu keadaan yang terjadi dimasa mendatang yang bersifat saling berhubungan satu sama lain. Islam adalah sebuah nama agama yang diturunkan di wilayah Arab yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Keadaan perempuan dalam wilayah timur tengan Pra-Islam adalah sebagai beikut ini:
a.    Mesopotamia
Sekitar tahun 6000 sebelum masehi didearah Catal Huyuk, sebuah pemukiman zaman Neolitik di Asia kecil dan di seluruh kebudayaan di timur tenga sangat memuliakan wanita dan dewi, ini terbukti dari penemuan-penemuan para arkeolog seperti bagian besar dari panggung pemakaman berisikan wanita dan pemakaman dihiasi lukisan ataupun dekorasi para wanita. Dalam kebudayaan kono sampai melinium kedua sebelum masehi dibeberapa kawasan.[10]
Lahirnya sebuah pusat perkotaan pertama kali di Mesopotamia antara tahun 3500-3000 SM. membawa paragdima tersendiri dalam memandang wanita yang semakin terasingkan oleh pertumbuhan masyarakat perkotaan dan pentingnya daya saing militer lebih jauh menancapkan dominasi pria, sehingga telahirnya sebuah kelas yang mengakibatkan seksualita perempuan di bawa kendali pria, yang pertama di miliki ayahnya dan yang kedua adalah suaminya, dan keseksualan wanita bisa menjadi nilai yang ekonomis untuk di rembukan. Hal ini menimbulkan dua hal tentang istri yang terhormati yang dimiliki oleh satu lelaki dan perempuan yang dimiliki oleh semua pria.[11]
Setelah Masopotamia di duduki oleh beberapa negara sekitar tahun 1752 SM hukum-hukum tentang wanita mulai berubah menjadi kaku. Suami hanya boleh menggadaikan istri dan anak hanya sebatas 3 tahun dan tidak boleh menyakitinya.namun pada hukum Assyria tahun 1200 SM, baranggadaian boleh di sakiti. Hukum Assyria dalam masalah perkawianan laki-laki diberikan hak yang besar seperti boleh menceraikan istrinya bila tidak bisa mengandung dan mendapatkan uang denda dan maharyapun di ambil kembali. Dalam mendapatkan uang denda itu asalkan yang menceraikan adalah atas kehendak suaminya. Adapun wanita bila ingin bercerai dari suaminya maka harus berhati-hati. Ia harus mendapat persetujuan dari suaminya dan kemudian diproses dalam dewan kota. Oleh karena itu istri harus pasrah  walaupun dicacimaki oleh suaminya dan lalu pergi maka wanita bisa mendapatkan uang denda dan kembali kerumah orang tuanya. Tapi jika istri itu mencaci maki suaminya dan mengabaikan rumah makan oleh dewan kota istri itu akan di hukum dengan menjeburkan dalam air.[12]
Pada paruh meleniunm ketiga sebelum masehi, kekuasaan dan otoritas hanya menjadi milik suami dan ayah. Seperti halnya jika istri melawan boleh dirontokan giginya dan di pukul dengan bata, dan jika seorang anak memukul orang tua maka tanganya boleh dipotong, berhak mengatur perkawinan anak-anaknya, memberikan kepeawanan anak wanitanya kedewa (dimana ia menjadi pendeta di kuil) dan menggadaikan anak istrinya untuk membayar utang apa bila tidak bisa membayarnya maka anak dan istri oleh dijadikan budak. Adapun dalam kasus permerkosaan bila seorang laki-laki yang sudah memperkosa perempuan, maka istri pemerkosa tersebut akan dihinakan dan diambil darinya tapi apa bila sang pemerkosa itu masi sendiri maka wajib wanita yang diperkosanya harus di nikahi dan hidup selamaya. Dan jika korban permerkosa adalah perawan maka pemerkosa harus membayar denda ke ayah korban.[13]
Dalam perwinan pada umumnya bersifat monogami, kecuali dikalangan istana, adapun orang yang awam boleh memiliki istri kedua dan selir apabila istri tidak bisa hamil. Pria juga boleh berhubungan seksual dengan pelacur dan budak. Namun jika seorang istri berselingkuh maka akan di hukum mati dengan pasanganya, dapun aturan-aturan tentang hijab dalam hukum Assyria adalah tentang sistem kelas yang dimana orang yang memakai hijab adalh istri yang terhormat dan para perempuan bangsawan istana dan adapun yang tidak memakai kerudung adalah para pelacur dan budak. Walaupun seorang pelacur jika sudah mempunyai suami maka harus memakai hijab. Dan apa bila budak dan pelacur melanggar hukum dengan memakai hijab maka akan di siram kepalanya dengan ter. Sistem ini menguntungkan para perempuan bangsawan dan pelayan para dewa karena mendapatkan keistemewaan hukum seperti hak memiliki dan mengelola kekayaan atas nama sendiri, menjalin perjanjian, memberikan kesaksian, menjadi penguasa dan memberikan manfaat bagi perempuan kelas lain seperti perajin tembikar, tenun, pemintal, penata rambut dan petani. Adapun hak-hak istimewa tetap dibawa kendali laki-laki.[14]
Silih penggantinya pengusa dan negara maka akan bergantinya pula sebuah sistem yang berlaku itu juga sama halnya dengan paradigma wanita namun tidklah jauh beda dengan yang ada di atas.
b.    Timur Tenga Mediterranea
Pada awal abada kelima dan keenam pada era Byzantine dalam sebuah tinjauan menguraikan adat istiyadat, gaya hidup dan sikap terhadap wanita. Apa bila kelahiran seorang anak laki-laki di sambut gembira, anak laki-laki bisa ditunangkan pada anak anak dan perempuan pada usia tiga belas tahun. Perempuan kelas menenga diajarkan tulis menulis, membaca, berhitung, dan menyanyi dan pelakuan yang benar terhadap perampuan tidak lah boleh keluar dan melihat kejendela, sekalipun perempuan diijinkan untuk keluar ruamah itu hanya sekeder hanya untuk mengadiri perkawinan, kelahiran, peristiwa keagamaan dan kepemandian umum. Adapun untuk menunjukan sikap hati-hatinya maka wanita terhormat harus memakai hijab bila keluar dari rumah agar bisa dibedakan dengan pelacur. Dalam pemandaian umum di pisah antara laki-laki dan perempuan yang dijaga oleh kasim-kasim. Adapun perkerjaan wanita adalah yangsesuai dengannya seperti memintal, menenun dan yang berkaitan dengan membuat pakaian.[15]
c.    Arab
Suku Arab mengandung sistem perkawinan patrilineal, [16]membenci kaum perempuan dan tidak menghormati perempuan. Perempuan ditindas, direndakan dan diperlakukan dengan tidak adil hal ini bisa dilihat kelakuan seperti, bila seorang istri melahirkan bayi perempuan maka sangayah sangat sedih dan langsung menguburkan hidup-hidup, perempuan melakukan ritual keliling kahbah dengan tidak menggunakan busana sambil berkata” siapa yang akan memberikan gaun untuk menutupi bagian pribadi saya dan hari ini saya akan memeprlihatkan semua atau sebagian apa yang akan diperlihatkan untuk ditawar”. Menceraikan istrinya kapanpun dan di manapun, wanita tidak memiliki hak kepemilikan dan dalam melakukan pernikahaan kaum perempuan diatur oleh ayahnya, adapun perkawianannya ada yang tidak memakai mahar (diberikan saja kepada calon suaminya). Adapun dengan nikah al-syighar adalah transaksi kedua orang untuk saling tukar, ayah perempuan menikahkan kepada seorang laki-laki dan laki-laki itu juga menyerahkan perempuan padanya tampa mahar, pernikahaan al-istibda adalah pernikahan suami menyuruh istrinya setelah bersih dari haid untuk tidur dengan yang ditunjuk oleh suaminya dan suaminya tidak akan tidur dengannya sampai dia terbukti hamil, dan perkawinan selanjutnya adalah dengan cara mengundang sepuluh pemuda untuk meniduri satu perempuan dan bila kemuadian perempuan itu hamil dan melahirkan maka sepuluh pemuda itu dikumpulkan kembali dan wanita yang hamil menunjuk salah satu pemuda yang disukainya lalu untuk menjadi suaminya. Yang keempat adalah seorang perempuan tidak menolak semua lelaki yang datang kepdanya. Dan perempuan itu hamil lalu melahirkan maka siperempuan itu akan memanggil semua laki-laki yang perna datang kepadanya dan juga mengundang orang yang tahu tentang kemiripan bayi dengan seorang ayahnya setelah mendapatkanya maka orang itu menjadi suami perempuan tersebut.[17]
2.    Peran Perempuan  dalam  Membangun Masyarakat  Muslim Dimasa Awal Islam.
Masyarakat islam, baik pada masa lalu maupun masa kini, biasanya dianggap sebagai dunia kaum laki-laki baik dikalangan islam ataupun ditempat lain. Namun setelah setelah datangnya islam sedikit-demisedikit mulai mencaik dengan berjalannya waktu. Dimulai dari 6 putri Abdul Muttalib yang mempunyai kedudukan yang tinggi sebagi pempuan syair-syair untuk pemakaman dan menurut adat istiadat kaum perempuan yang membuat syair-syair tersebut.[18]
Khadijah adalah istri Rasulullah SAW, ia adalah orang pertama kali yang beriman. Khadijah merupakan sosok yang dapat mempengaruhi orang lain jika dilihat dari statusnya yang kaya dan dewasa serta berkedudukan tinggi di masyarakat tidak heran jika keimanan Khadijah dapat mempengaruhi orang lain khususnya anggota-anggota kabilahnya yang penting, Quraisy, untuk menerima Islam.[19]
 Aisyah yang merupakan istri ketiga Rasul, Aisyah merupakan sosok istri kesayangan Rasul. Ia selalu berhasil memerankan peran aktif dalam segala urusan sepanjang hidupnya menerima pengakuan sebagai orang yang memiliki pengetahuan khusus tentang prilaku, ucapan, dan karakter Rasul sehingga sering ditanya tentang praktik (sunnah)-nya dan memberi keputusan tentang berbagai hukum suci atau kebiasaan Rasul. yang kemudian  penyumbang penting pada teks-teks verbal islam, yang sudah ditulis oleh kaum pria, yang menjadi literatur resmi islam. selain keahliyannya dalam penghetahuan khusus ia juga perna ikut berperang Uhud yang dimana bertugas membawa kantong-kantong air untuk tentara yang terluka.[20]
 Kemudian Fatimah,yang merupakan putri Rasulullah. Fatimah digambarkan sebagai seorang yang meneruskan apa-apa yang diterima dari Rasul kepada orang lain ditengah-tengah kesibukannya yang banyak. Hafsah yang merupakan putri Umar bin Khattab. sebelum umar wafat salinan pertama al-Qur’an dipercayakan kepada Hafsah untuk disimpan. Hafsah juga berperan menggerakan pemberantasan buta huruf. Fatimah juga perna ikut dalam berperang pada saat Perang Uhud.[21]
urwah, adalah anak asma dan cucu dari abu sopyan. dia adalah orang yang paling dahulu dan ahli dalam hal “Hadis” yang memegang peranan yang demikian pentingya dalam sejarah dan pengalaman islam. dia mendapat julukan sarjana muslim yang pertama. ia mndapatkan sumber dari bibinya Aisyah yang selalu bersama sampai akir hayatnya.[22]
selain berperan penting dalam keagamaan dan sosial perempuan juga pada zaman ini ikut dalam perang sepert. seperti dalam perang wanita tidak hanya mengobati atau memberikan air tapi juga ikut berperan aktif dalam pertempuran. seperti Usma anak Asma ikut dalam perang Uhud, Ummu Haram ikut dalam penyerbuan pulau Cyprus dan perang lainya.[23]
3.    Marginalisasi Perempuan dalam Sejarah Islam Pasca Rasulullah
Setelah Rasulullah wafat banyak ulama yang menafsirkan nash-nash dalam al-qur’an dan hadist secara tekstual saja sehingga melahirkan pandanganbahwa perempuan itu adalah sub ordinat dari kaum laki-laki. Inilah yang membuat banyak masyarakat yang akhirnya memiliki persepsi yang bersifat skeptis atau bias gender terhadap kalangan perempuan.
perempuan dalam sejarah Islam terbentuk karena dua hal, pertama semangat tribalisme arab yang tumbuh kembali setelah Rasulullah SAW wafat, kedua pemahaman ajaran agama yang berkaitan dengan perempuan lepas dari kaitan historisnya. Proses - proses ini, akhirnya membentuk citra perempuan Islam seperti yang dikenal pada dewasa ini. Hal lain yang mungkin memperburuk keadaan adalah cara memahami agama secara harfiah, kaku, dan persial. Kemudian penafsiaran Al-Qur’an yang banyak dilakukan selama ini terutama yang berkenaan pada kedudukan status kalangan perempuan, ketika melakukan penafsiran tidak melihat keterkaitan teks lain yang akhirnya menyebabkan pemahaman yang dangkal dan berat sebelah.
Masa Bani Umayyah, yang mendirikan kota di bagdad, membawa paradigma tersendiri dalam kehidupan perempuan corak adat-istiada persia yang mempengarui pandangan sosial perempuan membuat terasa berat dlam kehidupan gerak-gerik perempuan yang terbatas dan  adaya organisasi harem yang dijaga oleh kebiri yang suram dan seram. namun untuk wanita terkemuka bisa mendapatkan nama baik.[24]
Masa Abbasiyah yang telah menaklukan luar dari daerah arabia, yang menakibatkan semakin luasnya kekuasaan islam dan kekayaan yang di miliki oleh kerajaan, hal ini mengaibat cara pandang yang berbeda dalam sosial di kalangan elit dimana perempuan kini tidak bisa bergerak bebas lagi walau sudah merdeka, wanita pada zaman ini hanyalah sebagai trio poligami, perseliran, harem dan pemingitan wanita. sedangkan para budak dan wanita-wanita terpilih dijadikan harem oleh kasim dan di simpan dalam suatu ruangan yang tak bisa keluar.[25]


BAB III
PENUTUP
Daftar Pustaka
Ahmed, Leila. Wanita dan Gander dalam Islam, Jakarta: PT Lentera Basritama, 2000.
Albar, Muhammad. Wanita Karir Dalam Timbangan Islam,
Umar, Fatima Nafis. Menggugat Sejarah Perempuan, Jakarta: CV Cendekia Sentra Muslim, 2001.
Umar Nasaruddin. Bias Jender Dalam Penafsiran Kitab Suci, Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2000.
Waddy, Charis. Wanita Dalam Sejarah Islam, Jakarta Pusat: PT Dunia Pustaka Jaya, 1987.


[1] Narasudin Umar, Bias Jender Dalam Penafsiran Kitab Suci. (Jakarta: PT FIKAHATI ANESKA). Cet I, h. 17,18.
[2] Narasudin Umar, Bias Jender Dalam Penafsiran Kitab Suci. (Jakarta: PT FIKAHATI ANESKA). Cet I, h. 18,19.
[3] Narasudin Umar, Bias Jender Dalam Penafsiran Kitab Suci. (Jakarta: PT FIKAHATI ANESKA). Cet I, h. 28-29.
[4] Narasudin Umar, Bias Jender Dalam Penafsiran Kitab Suci. (Jakarta: PT FIKAHATI ANESKA). Cet I, h. 37.
[9] Muhammad Albar, Wanita Karir dalam Timbangan Islam, h.20
[10] Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 3,4
[11] Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 4-5
[12] Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 5-6
[13] Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 6-7
[14] Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 7-9
[15] Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 23-26
[16] Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 45
[17] Fatimah Umar nasif, menggugat sejarah perempuan. (Jakarta: CV CENDEKIA SENTRA MUSLIM). Cet,  . h. 50-60.
[18] Charis Waddy, Wanita Dalam Sejarah Islam. (Jakarta Pusat: PT DUNIA PUSTAKA JAYA) Cet, I. h, 30-31.
[19] Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 54
[20] Charis Waddy, Wanita Dalam Sejarah Islam. (Jakarta Pusat: PT DUNIA PUSTAKA JAYA) Cet, I. h, 39,50
[21]Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 46-91
[22] Charis Waddy, Wanita Dalam Sejarah Islam. (Jakarta Pusat: PT DUNIA PUSTAKA JAYA) Cet, I. h, 47
[23] Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 84-86
[24] Charis Waddy, Wanita Dalam Sejarah Islam. (Jakarta Pusat: PT DUNIA PUSTAKA JAYA) Cet, I. h, 72-74
[25] Leila Ahmed, Wanita Dan Gender Dalam Islam. (Jakarta: PT LENTERA BASRITAMA). CET, 1. h. 98,99

0 komentar:

Posting Komentar